Saturday 21 July 2007

Saya Orang Desa

“CERITA dari BANJARNEGARA”
(tugas Industrialisasi Dunia Ketiga)
______________________________oleh : mia zuhara (NIM. 2oo51)

Ketika saya bertanya kepada seorang karib, “Apa yang kau bayangkan ketika mendengar ‘Industrialisasi Desa’?” Maka iapun menjawab enteng; “Ada sebuah pabrik berdiri di desa.”
Saya orang desa. Ibu dan Ayah sayapun orang desa. Namun jangan dibayangkan desa yang dimaksud adalah identik dengan kompleks persawahan hijau, kicau burung merdu, kerbau mandi di sungai, memasak di pawon dengan kayu bakar, dan seterusnya, dan seterusnya. Bukan, bukan seperti itu.
Entahlah. Mungkin desa saya ini, kini tengah menggeliat untuk lebih bernuansa “kota”. Mungkin juga definisi “desa” yang sudah bergeser. Mungkin sawah-sawah itu memang telah beralih fungsi menjadi kompleks perumahan “Limbangan Baru” atau kolam renang “Seruling Mas.” Atau mungkin karena letak rumah saya yang persis di pusat kabupaten, sehingga tiada lagi pemandangan asli pedesaan di sana. Apapun, berbagai kemungkinan itu tetaplah menjadi kemungkinan. Namun yang pasti, sekarang udara Banjarnegara penuh dengan asap angkutan kota-biru muda-jalur A,B,C,atau D itu.
Kampung tempat saya tinggal bernama Kauman. Tepatnya Kauman nomer 40. Beberapa menyatakan bahwa “Kauman” adalah kependekan dari “Kaum Beriman.” Sebuah motivasi, mungkin. Kampung Kauman terletak persis di sebelah barat Alun-Alun Kota; sebuah tempat yang biasa digunakan Bapak Bupati beserta kru PEMDA (Pemerintah Daerah) dan anak-anak sekolah untuk melakukan Upacara Bendera tiap tanggal 17 Agustus, atau sebagai tempat Pasar Rakyat pada saat-saat tertentu. Lalu, di sebelah timur Alun-Alun, berdiri sebuah Pasar Kota dan kantor PEMDA nan megah. Pendopo Kabupaten ada di utara Alun-Alun, tempat bersemayamnya Bapak Bupati Djasri. Kemudian di selatan Alun-Alun ada RUTAN (Rumah Tahanan), persis di sebelah kiri bangunan Gedung BRI berwarna abu-abu yang tinggi menjulang. Sekitar 20 kecamatan melingkupi Kabupaten Banjarnegara; desa tempat saya berasal.
Banjarnegara punya cerita. Objek Wisata Dieng Plateau, Kebun Binatang Seruling Mas, serta Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman. Ada pula makanan khas Banjarnegara; Es Dawet Ayu dan Buntil (sejenis sayur yang digulung dan dikukus), serta Industri Keramik Klampok dan Industri Makanan Kecil di Kecamatan Susukan; beberapa sentra industri kecil di Banjarnegara yang kini tengah berbenah.
Selama hampir tiga tahun ini saya kuliah di Sosiologi UGM, dan ketika kemudian ada tugas untuk membuat dua lembar tulisan tentang Industrialisasi Desa, maka fantasi saya langsung melayang pada tanah tumpah darah : Banjarnegara. Terbayang sebuah kota mungil yang kini tengah hiruk-pikuk dengan isu PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) akhir tahun 2006 ini. Terbayang “Dieng Swalayan” 3 lantai dan “IndoGrosir” yang baru beberapa bulan berdiri, namun telah mendapat tempat tersendiri dalam hati mayoritas orang Banjarnegara. Terbayang Bioskop Rakyat yang gulung tikar, dikarenakan hampir tiap rumah telah memiliki VCD Player. Terbayang pula beberapa tetangga saya yang terbawa arus; mengadu nasib ke Jakarta.
Kemudian, saya membaca tulisan Mas Arie Sujito tentang Industrialisasi Desa. Berikut kutipannya;
Pengembangan Industrialisasi Desa ke depan yang perlu dipromosikan bercirikan di antaranya;
1) Berbasis pada sumber daya lokal
2) Mendasarkan pada partisipasi warga
3) Berbasis pada karya dan bukan padat modal
4) Community and state controlled
5) Environment sensitive (industri dengan wawasan lingkungan)
6) Sustainaible (keberlanjutan)
Lalu saya membayangkan. Bagaimana bentuk fisik maupun kondisi sosial Banjarnegara 5, 10, 15, 20, bahkan 100 tahun ke depan? Mungkin nanti, akan saya usulkan kepada Bapak Bupati yang baru untuk membangun Banjarnegara dengan konsep 6 ciri Industrialisasi Desa versi Mas Arie Sujito tadi. 
Terakhir, apakah tulisan ini bisa dirasakan sebagai “Deskripsi Industrialisasi di Banjarnegara?”
Semoga saja. [ ]