Monday 3 September 2007

Prestasi atau Prestise

Seringkali aku berfikir. Lalu bertekad. Kemudian berjuang. Bahwa sebongkah "kegagalan" yang pernah kugulirkan, haruslah ditebus dengan sebuah "prestasi". Itulah yang kemudian terjadi. [Lagi-lagi] tentang FKH IPB, yang kutinggalkan dengan sebegitu teganya, lalu beralih ke Sosiologi UGM. Lalu di sana, aku merasa HARUS "berprestasi". 3 tahun lebih beberapa bulan yang kuhabiskan di Jogja, lalu meraih gelar "S.Sos", lalu maju sebagai wakil fakultas saat wisuda Februari 2007 silam, di panggung Grha Sabha Pramana UGM Yogyakarta. Lalu aku melihat "binar" itu, di hatiku.

Lalu kini. Aku sedang memaknai "prestasi". Jangan-jangan aku, kamu dan kita semua, hanya hidup untuk mengejar "prestise"?

[] My Hun, how r u, Dear?

Sebuah Kisah Klasik

28 Agustus 1979 – 28 Agustus 2007. Duapuluhdelapantahun sudah, usia pernikahan Ibu-Bapakku. Hanya perayaan sederhana yang aku dan keluargaku nikmati (sebagai bentuk rasa syukur) di sebuah Cafe Es Krim deket alun-alun kota. Dan saat perjalanan pulang menuju rumah; aku, kaka dan adekku berseru bareng :
“Selamat ya Ibu, Bapak, smoga kita bisa bersama sampai Surga..”

Akhir pekan ini, aku berencana ke Jogja, dapet undangan wedding party dari temen baekku. Hmm..aku musti bungkus kado apa ya? Aku pengen yang spesial, karna dia seorang yang spesial untukku.

Sempet terfikir untuk membelikannya sebuah akuarium lampu yang kalo ditancepin ke listrik bisa muter, dengan beraneka gambar pemandangan laut. Pernah nonton film Petualangan Sherina? Nah, pas Sherina dan keluarganya baru aja pindahan ke Bandung, waktu itu Sherina lagi curhat ke Ibunya, tentang seorang anak bandel di sekolahnya yang baru; Saddam. Dengan bijaksana, Sang Ibu menasihati Sherina, seingatku kurang-lebih begini :
“Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh tentang seseorang, kita harus mengenalnya dengan lebih dekat. Lihatlah lebih dekat. Maka kita akan bisa memahami segala tentangnya...”
Nah, adegan itu ditutup dengan ditampilkannya hiasan berbentuk akuarium, mirip dengan yang rencananya mo aku berikan buat temenku di Jogja..

Atau aku bikin puisi aja, lalu dibingkai dengan bingkai manis? Hehe.. udah lama euy, aku ga bikin puisi..lagi ga "jatuh cinta"..hahahahaha.. Mm..kayakna terakhir aku bikin puisi, akhir tahun 2003..

[] "wajar saja" -lah, dalam menjalani hidup.....

Saturday 25 August 2007

The End and The Beginning*

After every war
someone has to clean up.
Things won't
straighten themselves up, after all.

Someone has to push the rubble
to the side of the road,
so the corpse-filled wagons
can pass.

Someone has to get mired
in scum and ashes,
sofa springs,
splintered glass,
and bloody rags.

Someone has to drag in a girder
to prop up a wall,
Someone has to glaze a window,
rehang a door.

Photogenic it's not,
and takes years.
All the cameras have left
for another war.

We'll need the bridges back,
and new railway stations.
Sleeves will go ragged
from rolling them up.

Someone, broom in hand,
still recalls the way it was.
Someone else listens
and nods with unsevered head.
But already there are those nearby
starting to mill about
who will find it dull.

From out of the bushes
sometimes someone still unearths
rusted-out arguments
and carries them to the garbage pile.

Those who knew
what was going on here
must make way for
those who know little.
And less than little.
And finally as little as nothing.

In the grass that has overgrown
causes and effects,
someone must be stretched out
blade of grass in his mouth
gazing at the clouds.

*Taken from Miracle Fair: Selected Poems of Wislawa Szymborska, 2001

[] for my Palestine


Thursday 23 August 2007

Bogor beda dengan Jogja

Hmm..hari kedua aku di Bogor. Kemarin dalam perjalanan dari Banjarnegara ke Bogor, engga terlalu banyak cerita. Bis sempat berhenti di Prupuk untuk istirahat. Karna kupikir breaking time itu berdurasi 30 menit, maka dengan asiknya aku mencorat-coret agendaku di pojokan restoran, ditemani segelas teh hangat, tiba-tiba seorang pria mendekatiku : "ke Bogor, Mbak?" "Iya," jawabku. Si pria ngomong lagi : "Bisnya dah mo berangkat tuh.." hehe, ternyata si pria adalah asisten pak Supir bis yang kutumpangi, dia bertugas nyari penumpang yang belom naek bis, tinggal 3 penumpang aja (dan aku satu di antaranya), dari sekitar 50-an penumpang. Dan pas aku naek bis, sebelum aku duduk di kursiku paling depan, aku berupaya senyum lebar ke semua orang di bis, takutnya mereka kesel nungguin aku. Ternyata engga lho! mereka nyante aja. Mungkin wajahku yang innocent kali ya?huhu.. Padahal dua Bapak yang naek beberapa menit setelah aku, agak disorakin kesel ma penumpang laen! (jadi kami bertiga adalah Trio Buronan di bis). Halah!

Lalu, hari pertama aku di Bogor, sekedar rendevouz dengan beberapa temen lamaku. Ada yang baru diwisuda jadi Dokter Hewan. Ada juga yang baru memulai Co-Ass. Banyak cerita, tapi aku ga terlalu berminat menuliskannya di sini, saat ini. Mm..kampus IPB ga banyak berubah. Masih ijo dan banyak tangga-nya! (hari itu aku naik-turun tangga kampus, mungkin ada kalo 6 lantai-bolak balik, nemenin si Ave yang masih sibuk dengan skripsi Pertaniannya, padahal dah semester12! hidup anak kampus! hehe). Aku sempet makan di kantin Fak. Teknologi Pertanian, lalu shalat di mushola Fak. Pertanian. Sempet ngintip perpus IPB juga, yang bersebelahan dengan Danau..romantis euy!

Mm, sebelum aku survey tempat di Ruang Mahoni MMA IPB, aku sempet discuss bentar ma Sofyan, anak S1 Manajemen Agribisnis IPB angkatan 2003, yang baru aja nyelesein sidang skripsinya. Yah, dia ngasih beberapa deskripsi tentang apa aja yang dipelajari di Manajemen Agribisnis. Lalu, sorenya aku ma Ave (yang setia jadi bodyguardku siang-malam hehe), lompat ke kampus IPB Gunung Gede, deket Hotel Salak, buat ngeliat Ruang Mahoni, yang bakal jadi tempatku ber-ujian seleksi selama 3 hari.

Dan tadi pagi, jadilah pagi yang penuh perjuangan! Berlembar-lembar soal Tes Diagnostik berwarna biru, kuning, ijo, pink. Sebelum test, aku sempet kenalan ma 3 cewek cantik : Ine dari Bogor, Arum dari Lampung, dan satu lagi.. aku lupa namanya. Dia berasal dari Bali. Pas aku cerita pernah maen ke Tenganan ma temen2 Sosiologi dalam rangka riset (ato jalan-jalan? haha), si gadis Bali nampak antusias dengerin. Peserta test berjumlah 70 orang, sebelahku cowok dari Perikanan IPB bernama Dewa. Tes Diagnostikpun usai sudah.

Hmm.. tulisan ini jadi serasa laporan perjalanan tanpa makna ya.

Whatever.. Yang jelas, Bogor beda dengan Jogjakarta. Yang jelas nuansa akademik IPB beda dengan UGM. Yang jelas angkot Bogor beda dengan bis kota Jogja. Yang jelas, jenis manusianyapun berbeda. Yang jelas, FISIPOL, mungkin juga akan sangat berbeda dengan Manajemen Agribisnis. Yang jelas, aku sekarang sedang berada di warnet depan kampus IPB Darmaga. Yang jelas, tadi saat makan siang di Cafe Pertanian, mata batinku terus mengembara. Mencari-cari "tempat terbaik untukku" di bumiNya ini.

[] No Action Talk Only?

Monday 20 August 2007

Gola Gong

“... Aku bukan kaya, bukan. Aku cuma punya uang alakadarnya dan keberanian. Aku cuma menjalankan uang sebagaimana fungsinya sebagai alat penukar. Uang kalau cuma untuk disimpan buat apa? Aku bukan orang pinter, tapi aku berani. Dengan berani aku yakin bakal jadi pintar. Tapi orang pintar kalau tidak punya keberanian buat apa? Sebetulnya semua orang bisa melakukan ini. Cuma masalahnya, mau tidak orang itu melakukannya? Sederhana saja ‘kan.

Aku tidur-tiduran di sebuah taman. Jam 13.00. Aku kayuh lagi sepeda. Karena saking capek dan kesepiannya, aku ajak saja sepedaku ngobrol tentang berbagai hal. Lalu aku panggil sepedaku “Master”. Ya, dialah kini yang memiliki aku. Tanpa dia (Master), aku bukan apa-apa. Tujuanku sekarang langsung ke Malacca saja (80 km, cing!). Tapi baru saja 15 km aku tumbang. Kadangkala aku berpikir, betapa perkasanya Greg Lemond, yang melahap tanjakan di Tour de France. Tanjakan-tanjakan yang aku lalui bagi dia jelas bukan apa-apa.

Lantas aku punya resep : nikmati saja semuanya. Kalau panas, nikmatilah panas itu. Rasakan. Kalau tak tahan, ya berteduhlah. Kalau ada tanjakan, dakilah. Tak kuat, ya turun dan tuntunlah. Praktis ‘kan? ...”
Taken from : Perjalanan Asia, by Gola Gong (1993), page 4-5.

[] Inspiring words, hey?

MMA IPB : Should i? (part two)

Bismillah.. aku mantap berangkat ke Bogor.. walau Ibuku terlihat (dan bahkan sempat terlontar ke Ayahku) bahwa sebenarnya beliau kurang begitu setuju dengan satu dari beberapa proses ikhtiar yang sedang kulakukan ini. Alasan Ibu, karena ternyata setelah kutelusuri lewat profil MMA IPB di website, nampak nuansa eksak yang cukup kental terasa. Yah, rasional juga, lha wong Magister Manajemen Agribisnis.... Berikut kukutipkan profilnya ya :

“... MMA-IPB Tumbuh dan Berkembang Kokoh : Welcome to the Magister Manajemen Agribisnis (MMA) IPB homepage. Founded in 1991, MMA-IPB is the first agribusiness master management program enrolled in Indonesia. It is one of the study program in the IPB Post Graduate Program. In its relatively short history, MMA-IPB has established itself as one of the leading business schools in Indonesia. MMA-IPB is the best business schools in Indonesia ranked by the BAN (Badan Akreditasi Nasional). Our Master Management program enrolles the daytime program, evening program, and special in house program. In addition, many managers and executives of leading firms in Indonesia attend our master management program and also our executive training programs. What makes the "MMA-IPB Experience" unique among top business schools? You'll find some of the answers here on our web site, as you learn about our people, our programs and our approach to business and mangement education. I invite you to spend some time with us and learn more about us. We welcome your comments and suggestions as we continue to strive for leadership in agribusiness management education...” (from http://mma.mb.ipb.ac.id, 19 Agustus 2007)

Simpel aja. Aku berfikir bahwa Indonesia adalah negara agraris. Bisa survive lewat aspek pertanian, asalkan ada manajemen yang oke. Udah 62 tahun ‘kan, kita merdeka. Tapi aku yakin, beberapa dari kalian juga kadang masih galau tho, apa bener kita udah merdeka? Beras aja masih ngimpor..

Basis keilmuanku memang Sosiologi UGM. Dan jujur, merasa agak blank juga, untuk menghadapi test MMA. Tapi yakin aja, ilmu itu bisa dipelajari. Manusia dikasih Allah SWT, begitu banyak potensi untuk menaklukkan hidup, juga menggali ilmu. Dan setelah aku tanya ke hati aku, “dia” bilang kalo aku sebenarnya memiliki sense lebih, pada ilmu sosial yang dipadukan dengan nuansa “eksak”. MMA IPB, sepertinya cocok untukku (kalo diterima hehe). Wherever, pokoknya aku pengen banged berada di tempat, di mana aku mendatangkan banyak manfaat di sana....

Dan euphoria menarik bahwa aplikasi keilmuan Sosiologi bisa fleksibel di segala lini, akan kubuktikan. Insya Allah. Allahu Akbar! Hidup Sosiologi! Hehehehehehehe.. Amien ya Rabb-ku.

[] Mengenangmu.

Saturday 18 August 2007

MMA IPB : Should i? (part one)

Sungguh. Banyak banged yang sedang berkutat di benak, ingin kutuliskan. Agar lega. Agar sedikit terurai butiran-butiran galau ini. Agar esok pagi, saat mentari bersinar, mataku juga berbinar. Pfhh..jadi ceritanya, aku sedang berusaha bergelut dengan takdirku, untuk kembali ke Bogor. Iya, ke Bogor! Setelah episode FKH IPB 2001-2003 silam, satu hal yang terbersit di hatiku : Ingin merasakan moment wisuda di Institut Pertanian Bogor. IPB. Lalu, siang itu (aku lupa tanggalnya), aku disodori sebuah info menarik di website (saat itu aku lagi seneng-senengnya, karena di rumah udah bisa internetan, jadi ga perlu ke warnet lagi hehe). Kurang lebih begini isinya :

“...Beasiswa S2 MMA IPB : Anda baru lulus kuliah S1 tahun ini? Ingin melanjutkan kuliah S2 dengan beasiswa? IPB membuka lowongan beasiswa bagi lulusan S1 fresh graduate pada program Magister Manajemen Agribisnis (MMA) IPB. Program ini diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis (MB-IPB) bekerjasama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk dalam rangka memperingati ulang tahun atau Dies Natalis IPB yang ke-44. Beasiswa ini diberikan kepada 10 orang Sarjana Baru (Fresh Graduate) berprestasi untuk bergabung pada Program MMA-IPB kelas pagi yang akan dimulai pada Awal Bulan Oktober 2007. Persyaratan untuk menjadi calon penerima beasiswa adalah : Lulusan baru (fresh graduate), (kelulusan ≤ 1 tahun pada tanggal 18 Agustus 2007), Lulusan berprestasi 1 s/d 3 (3 terbaik) dari masing-masing jurusan/program studi (yang dikuatkan dengan keterangan dari masing-masing jurusan/program studi) atau mempunyai IPK min 3,5 ...”

Begitulah. Maka besok Rabu 22 Agustus sore, aku akan berangkat ke Bogor (ato sekalian ke Jakarta?hehe), karna sebelumnya pihak MMA IPB mengontakku bahwa aku lulus seleksi tahap pertama. Ada beberapa test yang harus dilewati. Tes Diagnostik, Tes Potensi Akademik, juga Psikotest dan Uji Kemampuan Bahasa Inggris. Sebenernya aku sedang menelusuri apa yang riil ada di hatiku. Magister Manajemen Agribisnis. Apa aku cuma rindu Bogor?ato bener2 sense of knowledge yang berbicara? But sure, Ada “sesuatu”, yang kalo bagi Titi Kamal ada “Mendadak Dangdut”, maka bagiku ada “Mendadak MMA IPB”. Aku  pengen urun karya untuk negeri Agraris ini. Ada magnet di sana yang membuatku tertarik untuk menelusurinya. Dan aku sedang mengawali itu.

Beberapa temen lamaku juga udah aku kontak. Ave, Nazla, Melissa. Yahh, mudah-mudahan rendevouz kali ini, cukup bermakna.

[] Never Ending MenggeBBBu!

Friday 17 August 2007

merah putih

biar saja ku tak sehebat matahari
tapi slalu kucoba 'tuk menghangatkanmu
biar saja ku tak setegar batu karang
tapi slalu kucoba 'tuk melindungimu
biar saja ku tak seharum bunga mawar
tapi slalu kucoba 'tuk mengharumkanmu
biar saja ku tak seelok langit sore
tapi slalu kucoba 'tuk mengindahkanmu

merah putih teruslah kau berkibar
di ujung tiang tertinggi
di Indonesiaku ini..
[cokelat]

Yahh..luar biasa! ternyata di tanggal 17 Agustus 2007 ini, aku merasa cukup bermakna.

[] bintang atau kabut?

Sedih

Engga tau, hari ini aku sedang sangat sedih. Rasa-rasanya segala hal yang melintas di hatiku, sangat berpotensi membuatku sedih. Pokoknya sedih. Dan walaupun beberapa butir air surga sudah menggantung di mataku, tapi berdasarkan pengalaman, kalo aku nangis dikit aja, efeknya akan sangat terlihat. Mata bengkak. Padahal sangat engga mungkin bagi aku untuk engga ketemu dengan siapapun barang beberapa menit. Jadi daripada muncul pertanyaan-pertanyaan yang males banget aku jawab, lebih baek aku menahannya aja. Biar kusimpan sedih itu. Terus, sebenernya point hidup apa yang bikin aku sedih? Pertama, aku kecewa dengan orang yang aku pernah begitu memujanya. Iya, aku tau persis. Banyak berharap = banyak kecewa. Tapi aku tetap manusia, yang engga bisa hidup barang sedetikpun tanpa harapan. Yahh, satu habits dia yang membuatku meradang. Sakit. Perih. Lalu, aku juga sedih karena merasa belum prepare sedemikian rupa untuk dua hajat besarku. Masih ada waktu, sebenernya, tapi seakan ada duri2 kecil, yang bikin aku ga leluasa untuk melakukan persiapan itu. Kemudian, pressure itu. Pergolakan batin atas beberapa hal yang membuat nafasku, dari hari ke hari, ga bisa lega. Padahal udah makan permen mint. Halah! Lalu, my memoriez. Temenku pernah bilang, kalo bisa dan boleh, dia pengen banged bisa mendelete memori-memori masa lalunya. Agar setapak langkah yang diayun, mantap. Engga ada bayang2 yang bikin kita lemah. Dan aku sedang ingin seperti itu. Tuh ‘kan..jadi sedih lagi..

[] Bogor, i'm coming!

Here There Everywhere

Aku menulis di blog-ku, juga di friendster-ku, bahwa musik/lagu favoritku adalah Here, There, and Everywhere. Tapi bukan yang versi The Beatles lho ya, melainkan yang Neri Per Caso, coz aku merasa lebih cocok aja ma improvisasi nadanya. Lalu, knapa aku suka lagu itu?
Here, there, everywhere. Potongan syair awalnya, lebih kurang seperti ini : “To make a better live, i need my love to be here..” Aku setuju banged. Guru Sosiologi di SMU-ku dulu, bilang kalo manusia adalah makhluk sosial. Ia engga bisa hidup tanpa manusia laen. Kalo agamaku mengajarkan; ukhuwah (persaudaraan) is the real power of moslem. Iya, manusia mana yang bisa hidup sendiri. Tanpa teman yang menemani, sahabat yang membersamai, keluarga yang mensupport, dan cerita-cerita hidup yang mewarnai.
Tapi aku bukanlah manusia yang terlalu mengagungkan makna fisik. Aku pernah bilang ke temenku, “Kehilangan hanyalah label dari sebuah produk. Dan produk itu berisi cinta sejati.”
Jadi, meskipun aku suka banget dengan Here, There, Everywhere, walaupun aku adalah alumnus Sosiologi UGM, biarpun aku adalah manusia yang notabene adalah makhluk sosial, tapi aku percaya, dan terus belajar, bahwa sebenernya manusia lahir sendiri. Dan mati juga sendiri.
[] never ending!

Wednesday 15 August 2007

gutter papers

jadi, kegiatanku sehari-hari saat ini adalah menjadi kontributor berita daerah untuk radio suara banjarnegara 104,4 fm. yah secara struktural emang tuh radio ada dalam tim humas pemda banjarnegara. asik juga siy, aku jadi tau perkembangan banjarnegara-ku kini. yang terbaru, dinas kesehatan kerjasama dengan radio-ku, untuk ngadain lomba cipta lagu bebas flu burung. lumayan banyak juga pesertanya. dan rencana mo diterusin ke bu menteri kesehatan untuk bisa dapet hak cipta lagu, jadi sosialisasi lagu itu bisa lebih efektif.

aku juga sempet maen-maen ke perpustakaan daerah banjarnegara yang letaknya persis di sebelah radio sb. lumayanlah untuk ukuran kamung banjar. animo masyarakat dan minat baca mereka cukup meningkat. aku kemaren daftar jadi anggota di sana dan dapet nomor anggota 1421. sedikit mirip nomor hapeku. hehe. dan buku pertama yang aku pinjem adalah kumpulan esei esei bentara 2002. semalem baru baca dikit, coz aku mesti nemenin ibu tercintaku beli vitamin di apotek deket kauman. aku sempet baca satu dari 41 cerita di buku itu. tentang "gerilya melawan klise". yah dunia pemikiran indonesia, menurut si penulis, emang sempet (ato masih?) stagnant. terlalu banyak gutter papers. wajahnya genit, isinya gosip. kultus selebriti, dan sebangsanya. begitulah.

hmm..22 agustus hari jadi banjarnegara lho. ada yang hebat! 2oribu gelas es dawet ayu khas daerah-ku itu, akan dibagikan gratis pas hari-H, di alun-alun kota. denger2 malah sampe didaftarin ke museum rekor indonesia. lalu ayah ibuku juga bakal ikut gelar aparatur, alias awak pemda yang berkeliling kota untuk kirab. juga adekku semata wayang yang ntar sore minta ditemenin ke salon untuk cari baju riau buat karnaval. dan keluarga satu-satunya kakakku, juga nampak bahagia, dengan tambah pinternya buah hati mereka. semua orang sibuk ya?

sebenarnya hari-hari skarang aku juga lagi deg-degan menunggu sesuatu. ada dua hal -yang menurutku spesial- dan mungkin, akan berpengaruh besar ke perjalanan hidupku ke depan. doakan ya :)

oia, semalem temenku yang kerja di bisnis indonesia telpon, tanya nomor hp temenku di jogja yang katanya ga bisa dihubungi. dan pas aku cerita ayahku, ternyata mantan pemred
bisnis indonesia, yakni choiruddin al banjari, adalah orang banjarnegara, tepatnya daerah merden. dan temenku itu, malah bilang ke aku, "jangan lupa kirim undangan *******-nya ya.." haha?

chopin, kelinci temen baikku di tempat kkn-nya di pedalaman probolinggo sana, mati. katanya : "sepertinya aku engga pernah mencintai sesuatu dengan benar."

aku lagi dengerin marcel, firasat. aku kemaren sempet discuss ma kakakku, soal keputusan marcel dan dewi supernova, yang beragama hindu, dan segenap positioning rumah mereka yang beda ma manusia-manusia seprofesinya. dan aku masih tetap sepakad ma pakde gede prama, perjalanan manusia hanyalah perjalanan ke dalam dirinya sendiri.
"the only journey is the journey within."

Yayaya..manusia, terus berputar, beredar, menari setiap detik.
semua menuju-Nya.

[] how 'bout u?

Thursday 9 August 2007

Banyak Cerita

Uffh..engga tau knapa, akhir-akhir ini banyak banged temen-temen lamaku, mendadak
contact me again, setelah sekian waktu lamanya berkutat dengan matahari, hujan, juga pelangi hidup mereka. Ada yang lagi suntuk dengan rutinitas menjemukan mereka, ada
temenku anak KedokteranHewan IPB, yang malah skarang asik dengan proyek Community Development di Maluku sana. Ada juga temenku di Jakarta yang bakal mengawali samudera pernikahan, besok Sabtu 11 Agustus ini.

Hmm..alun-alun Banjarnegara lagi rame, biasa menjelang tujuhbelasan ada pasar malem. Wuih, tiap ba'da Ashar, sampe agak malem, sepetak rumput hijau (yang udah mulai banyak berkurang hijaunya), di pusat kotaku itu, akan dipenuhi dengan tumpah-ruah manusia berbagai usia. Ada sepupuku, sejoli yang dikaruniai sepasang anak kembar; Nafla dan Naura, ada pula anak-anak muda, juga orang-orang tua.

Oia, ada kabar gembira ne, Kecamatan Wanadadi (tempat ibuku bekerja), 
dapet nominasi sebagai Kecamatan unggulan bidang Kesehatan dan Pendidikan. Walo ada euphoria menyebar, ini karna suaminya Bu Camat, termasuk Tim Penilai Kesehatan. Tapi sportivitas pasti dijunjung tinggi. Sure. Lalu, beberapa kali aku juga nemenin Ibuku 
journey 2d'village. Jadi inget Sosiologi Pedesaan ...

How 'bout me?
Yah, aku sendiri punya banyak cerita tentangku. To be continued ok!

[] Hari ini ayahku genap 54 thn! Thx God, give me a Great Father like u.. :) Luv u Dad!

Saturday 21 July 2007

Saya Orang Desa

“CERITA dari BANJARNEGARA”
(tugas Industrialisasi Dunia Ketiga)
______________________________oleh : mia zuhara (NIM. 2oo51)

Ketika saya bertanya kepada seorang karib, “Apa yang kau bayangkan ketika mendengar ‘Industrialisasi Desa’?” Maka iapun menjawab enteng; “Ada sebuah pabrik berdiri di desa.”
Saya orang desa. Ibu dan Ayah sayapun orang desa. Namun jangan dibayangkan desa yang dimaksud adalah identik dengan kompleks persawahan hijau, kicau burung merdu, kerbau mandi di sungai, memasak di pawon dengan kayu bakar, dan seterusnya, dan seterusnya. Bukan, bukan seperti itu.
Entahlah. Mungkin desa saya ini, kini tengah menggeliat untuk lebih bernuansa “kota”. Mungkin juga definisi “desa” yang sudah bergeser. Mungkin sawah-sawah itu memang telah beralih fungsi menjadi kompleks perumahan “Limbangan Baru” atau kolam renang “Seruling Mas.” Atau mungkin karena letak rumah saya yang persis di pusat kabupaten, sehingga tiada lagi pemandangan asli pedesaan di sana. Apapun, berbagai kemungkinan itu tetaplah menjadi kemungkinan. Namun yang pasti, sekarang udara Banjarnegara penuh dengan asap angkutan kota-biru muda-jalur A,B,C,atau D itu.
Kampung tempat saya tinggal bernama Kauman. Tepatnya Kauman nomer 40. Beberapa menyatakan bahwa “Kauman” adalah kependekan dari “Kaum Beriman.” Sebuah motivasi, mungkin. Kampung Kauman terletak persis di sebelah barat Alun-Alun Kota; sebuah tempat yang biasa digunakan Bapak Bupati beserta kru PEMDA (Pemerintah Daerah) dan anak-anak sekolah untuk melakukan Upacara Bendera tiap tanggal 17 Agustus, atau sebagai tempat Pasar Rakyat pada saat-saat tertentu. Lalu, di sebelah timur Alun-Alun, berdiri sebuah Pasar Kota dan kantor PEMDA nan megah. Pendopo Kabupaten ada di utara Alun-Alun, tempat bersemayamnya Bapak Bupati Djasri. Kemudian di selatan Alun-Alun ada RUTAN (Rumah Tahanan), persis di sebelah kiri bangunan Gedung BRI berwarna abu-abu yang tinggi menjulang. Sekitar 20 kecamatan melingkupi Kabupaten Banjarnegara; desa tempat saya berasal.
Banjarnegara punya cerita. Objek Wisata Dieng Plateau, Kebun Binatang Seruling Mas, serta Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman. Ada pula makanan khas Banjarnegara; Es Dawet Ayu dan Buntil (sejenis sayur yang digulung dan dikukus), serta Industri Keramik Klampok dan Industri Makanan Kecil di Kecamatan Susukan; beberapa sentra industri kecil di Banjarnegara yang kini tengah berbenah.
Selama hampir tiga tahun ini saya kuliah di Sosiologi UGM, dan ketika kemudian ada tugas untuk membuat dua lembar tulisan tentang Industrialisasi Desa, maka fantasi saya langsung melayang pada tanah tumpah darah : Banjarnegara. Terbayang sebuah kota mungil yang kini tengah hiruk-pikuk dengan isu PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) akhir tahun 2006 ini. Terbayang “Dieng Swalayan” 3 lantai dan “IndoGrosir” yang baru beberapa bulan berdiri, namun telah mendapat tempat tersendiri dalam hati mayoritas orang Banjarnegara. Terbayang Bioskop Rakyat yang gulung tikar, dikarenakan hampir tiap rumah telah memiliki VCD Player. Terbayang pula beberapa tetangga saya yang terbawa arus; mengadu nasib ke Jakarta.
Kemudian, saya membaca tulisan Mas Arie Sujito tentang Industrialisasi Desa. Berikut kutipannya;
Pengembangan Industrialisasi Desa ke depan yang perlu dipromosikan bercirikan di antaranya;
1) Berbasis pada sumber daya lokal
2) Mendasarkan pada partisipasi warga
3) Berbasis pada karya dan bukan padat modal
4) Community and state controlled
5) Environment sensitive (industri dengan wawasan lingkungan)
6) Sustainaible (keberlanjutan)
Lalu saya membayangkan. Bagaimana bentuk fisik maupun kondisi sosial Banjarnegara 5, 10, 15, 20, bahkan 100 tahun ke depan? Mungkin nanti, akan saya usulkan kepada Bapak Bupati yang baru untuk membangun Banjarnegara dengan konsep 6 ciri Industrialisasi Desa versi Mas Arie Sujito tadi. 
Terakhir, apakah tulisan ini bisa dirasakan sebagai “Deskripsi Industrialisasi di Banjarnegara?”
Semoga saja. [ ]

Aku Ingin Bersama Selamanya

Aku Ingin Bersama Selamanya*

Ketika tunas ini tumbuh
Serupa tubuh yang mengakar
Setiap nafas yang terhembus adalah kata
Angan, debur, dan emosi
Bersatu dalam jubah keterpautan
Tangan kita terikat
Lidah kita menyatu
Maka setiap apa terucap
Adalah sabda pandita ratu
Ah .. di luar itu pasir
Di luar itu debu
Hanya angin meniup saja
Lalu terbang hilang tak ada
Tapi kita tetap menari
Menari cuma kita yang tahu
Jiwa ini tandu, maka duduk saja
Maka, akan kita bawa semua ..
Karena kita .. adalah .. satu ..

*From AADC

Monroe vs Gede Prama

MARILYN MONROE “vs” GEDE PRAMA

“the only journey is the journey within’.”
(Satu-satunya perjalanan dalam hidup
hanyalah perjalanan ke dalam diri).
___________________________________________

Tulisan ini akan berkisah tentang sebuah wacana komparatif antara dua tokoh besar, Marilyn Monroe dan Gede Prama. Tentu saja, tetap berada dalam koridor “Psikologi Komunikasi”. Mengapa Marilyn Monroe? Karena memang manusia inilah, yang dijadikan sebagai tokoh utama dalam soal ujian mid-semester. Mengapa Gede Prama? Sebab, perjalanan pribadinya merupakan perjalanan yang unik. Mengapa “vs”? Sebab, begitu banyak kontradiksi jalan kehidupan di antara keduanya. Semua itu akan coba dianalisa di dalam tulisan ini. Secara sederhana.

GEDE PRAMA. Seorang bijak dari Bali Utara. Penutur kehidupan dengan gaya kontemplatif yang cerdas cendekia. Mampu menepis anggapan sebagian orang, bahwa SUARA HATI dan CITA-CITA YANG TINGGI, adalah dua hal yang berlawanan. Sebuah bukti nyata bahwa kesuksesan justru mampu diraih secara maksimal, saat kejernihan diri mengikuti hati nurani. Karya-karyanya sudah mempengaruhi hidup banyak orang; baik melalui media cetak, radio, televisi maupun internet. Harga mahal berani dibayar oleh institusi terkemuka seperti Citibank, Microsoft, IBM dan BCA. Atau bisa duduk di kursi president dan CEO sebuah perusahaan swasta, serta menjadi penulis dan pembicara publik yang diperhitungkan di usia tiga puluh delapan tahun. Semua ini, hanyalah sebagian bukti seberapa dalam ia telah menyelami keyakinan : “ ... dengan hati, kita bisa sampai ke tempat yang tinggi” .

MARILYN MONROE. Selebritis Amerika yang mencapai puncak karier pada tahun 1950-an. Perjalanan hidup membawanya pada dunia gemerlap artis papan atas Hollywood. Sebuah tempat untuk mereka yang siap “dihilangkan”, dan “dimunculkan kembali” sebagai sosok yang baru. Sosok yang diinginkan oleh pasar film. Zaman saat Monroe hidup, adalah zaman keemasan baginya. Segala atribut fisik yang melekat, benar-benar menjadi “tiket VIP” baginya untuk mampu menembus segala rintangan menjadi seorang superstar Hollywood. Awalnya, memang Monroe begitu menikmati proses karier, sejak film pertamanya : “Scudda Hoo! Scudda Hai!” yang belum begitu melejitkan namanya, hingga film-film berikut yang makin membuat bintangnya kian bersinar, namun justru meredupkan jiwa sejatinya, hingga padam.
SEBUAH IRISAN
Ada satu titik yang saling beririsan, dalam alur kehidupan sesosok Prama dan seorang Monroe. Keduanya sama-sama melalui sebuah proses “pencarian jati diri” yang cukup unik. Bedanya, Prama begitu yakin dengan suara hati. Ketika umumnya, sebagian manusia memilih menggunakan “model” manusia lain sebagai jembatan-jembatan pemahaman, ia justru menggunakan tubuh, jiwa, dan perjalanannya sendiri sebagai sarana pemahaman. Dan ia cukup sukses. Lewat tulisan, ucapan, dan tindakan, Prama mengekspresikan jati dirinya tanpa terpengaruh oleh anggapan negatif orang lain. Pun, selama proses pendakian hidup, dia tidak menyimpan sendiri. Energi positif selalu ia alirkan melalui karya-karya yang bermakna untuk sesama. Bahkan, kejernihan hati telah mengantarkan Gede Prama pada puncak karier kehidupan dunia sebagai CEO sebuah perusahaan swasta, memimpin perusahaan konsultan, dan menjadi pembicara publik.

Sebaliknya, Monroe. Simbol “sensualitas” seakan telah melekat teramat sangat kuat, padanya. Hingga membuat diri yang sejati benar-benar hilang sama sekali. Orang begitu terpesona pada “citra” Monroe, bukan pada “sejati” Monroe. Toh pun, hingga berdarah-darah ia memperjuangkan the real of me, hingga berupaya keras mendatangi sutradara klasik, ahli Shakespeare : Laurence Olivier, di London, dan mempelajari ilmu akting secara serius . Namun tetap saja, orang tidak bisa menerima itu. Puncak kariernya justru membawa pada kegalauan luar biasa untuk mencari diri yang nyata, bukan citra semata. Sungguh naas. Dalam pergulatan mendaki diri sendiri, obat penenangpun menjadi tempat pelarian. Dan kemudian, berujung pada kematian.


RELEVANSI TEORITIK

Konsep Diri
“those physical, social, and psychological perceptions of our selves that we have derived from experiences and our interaction with others” . Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Komponen konsep diri ada dua macam : komponen kognitif (citra diri/self-image) dan komponen afektif (harga diri/self-esteem) .
Akan berbeda, seseorang yang telah memiliki konsep diri yang jelas, dengan mereka yang masih ragu akan dirinya sendiri. Gede Prama, sejak lahir di Bali tahun 1963 silam, keluarga (terutama Sang Ibu), memang senantiasa mengajarkan kepadanya; tentang makna cinta, hati, dan keikhlasan . Itulah, yang kemudian membentuknya tumbuh menjadi seorang pribadi dengan konsep diri yang mantap.

Sebaliknya, Monroe. Dilahirkan dari seorang Ibu yang mengalami depresi mental, kemudian sempat mengalami hidup di panti asuhan, dan tinggal bersama keluarga lain, dipaksa menikah dalam usia yang masih relatif muda, dan akhirnya “terjebak” pada kehidupan glamour artis Hollywood. Kesemuanya, sangat berpengaruh pada kepribadian Monroe yang labil, serta galau luar biasa dalam menentukan konsep diri .


Psikologi Gestalt (kognitif)
Tahun : 1912-1960
Tokoh : Max Wertheimer

Gestalt dalam bahasa Jerman artinya, bentuk atau pola keseluruhan. Atau dalam bahasa sehari-hari , manusia lebih percaya image yang terbentuk atas dirinya, ketimbang diri itu sendiri. Image ini terbentuk oleh pikiran. Karena itu, paradigma ini, juga dikenal dengan istilah psikologi kognitif.

Paradigma ini menaruh minat yang besar pada persepsi, pemecahan persoalan dan daya pikir. Di mana, analisis dilakukan tidak hanya pada jiwa (psikologis) melainkan juga pikiran atau seluruh aspek terkait dalam satu situasi tertentu. Analisis ini dikenal dengan nama Gerak Apparent. Paradigma ini punya peran penting dalam menjelaskan bagaimana konstruksi sosial budaya di masyarakat.

Amerika, yang menjadi latar tempat “tragedi Monroe” tentu berbeda dengan Indonesia, “rumah” Gede Prama. Kondisi sosial-budaya yang melingkupi kehidupan kedua tokoh tersebut, sangatlah berpengaruh terhadap pola pikir mereka. Beberapa episode pahit dalam kehidupan Monroe, ternyata membawanya pada persepsi negatif diri, dalam konteks kehidupan. Berbeda dengan Prama, yang senantiasa memperoleh asupan energi positif. Pola pikir membawanya pada cara pandang positif tentang hidup, dan kehidupan.


Emosi dalam Pemecahan Masalah
Salah satu satu faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah adalah faktor EMOSI. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betul-betul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien.

“Takut mungkin melebih-lebihkan kesulitan persoalan dan menimbulkan sikap resah yang melumpuhkan tindakan; marah mendorong tindakan impulsif dan kurang dipikirkan; dan kecemasan yang sangat membatasi kemampuan kita melihat masalah dengan jelas/merumuskan kemungkinan pemecahan”.

Detik-detik menjelang kematian, Monroe menggantungkan hidupnya pada obat penenang. Galau, bingung, marah, sedih, kecewa, cemas, dan berjuta perasaan, terakumulasi dalam sebuah rasa : takut. Takut menghadapi kehidupan, yang kian hari justru kian jauh dari diri sejatinya. Pada kondisi emosi yang memuncak itulah, kejernihan pikiran tidak dia temukan. Dan akhirnya, terjadilah peristiwa tragis itu. Mati karena overdosis obat penenang.


Teori Disonansi Kognitif
Disonansi artinya ketidakcocokkan mengenai dua kognisi (“pengetahuan”). Teori Disonansi Kognitif merupakan hasil dari pemikiran psikologi kognitif yang dibawa ke arah psikologi sosial. Tokoh dari teori ini adalah Leon Festinger, di mana sejak pertengahan 1950-an berkembang penelitian mengenai perubahan sikap dengan kerangka teoritis manusia sebagai pencari konsistensi kognitif (The person as Consistensy Seeker) . Disonansi membuat orang resah. Kognisi “Monroe identik dengan sensualitas”, disonan dengan “Monroe lebih dari sekedar sensualitas”, membuatnya resah. Dia pun berupaya mencari solusi dari keresahannya.

Awalnya, Monroe berupaya keras untuk memperjuangkan kognisi yang ke-dua (bahwa dia lebih dari sekedar “icon” sensualitas). Namun ternyata, usahanya tidak mendatangkan hasil yang berarti. Dunia tetap menganggapnya hanya sebagai simbol sensualitas. Maka, Monroe putus asa, dan memilih untuk pasrah pada kognisi pertama, walau harus mengorbankan diri sendiri.

Seringkali memang, ada dua pemaknaan/pengetahuan atas diri kita; diri ideal (yang diharapkan), dan diri faktual (yang senyatanya). Adapun makna hidup sejati, adalah menuju pada titik ideal. Semampu kita.


Kognitif (Manusia Berpikir/Homo Sapiens)
Untuk apa orang berpikir? Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal . Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et.al. mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is a inferring process.
Menurut perkembangan mutakhir psikologi kognitif, manusia lebih sering berpikir tidak logis daripada berpikir logis seperti berpikir deduktif. “...Logical reasoning is not our usual – or natural – practice, and the technically invalid kinds of reasoning we generally employ work rather well in most of the everyday situations,...” (Berpikir logis bukanlah kebiasaan kita atau hal yang alamiah. Dan cara berpikir yang menurut kaidah logika tidak valid, yang biasanya kita lakukan, justru berjalan agak baik dalam kebanyakan situasi sehari-hari).


Solusi : Komunikasi Intrapersonal
Tragedi Monroe, ataupun kesuksesan Gede Prama, pada prinsipnya terkait erat dengan pola komunikasi yang terbangun dalam hidup mereka. Komunikasi yang efektif berbanding lurus dengan hidup yang efektif. Dan, salah satu bentuk komunikasi yang cukup berpeluang mendatangkan pengaruh besar atas eksistensi diri manusia adalah komunikasi intrapersonal.

Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi diri. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur . Ada beberapa teori yang terkait dengan hal ini. Namun pada intinya, stimulus yang diperoleh akan diolah, dianalisa, untuk kemudian diwujudkan dalam persepsi.

Beberapa kajian tentang berpikir : proses pembuatan keputusan, pemecahan masalah, bagaimana memori bekerja, berpikir logis maupun berfantasi, semua mengarah pada “komunikasi intrapersonal”. Sebuah bentuk komunikasi yang sejatinya membentuk kita untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Atau bahkan kepada Sang Pencipta. Sebuah bentuk komunikasi dalam perjalanan menemukan konsep diri, dan jati diri manusia.


“... di dalam hati sini tersedia banyak sekali
harta dan ketinggian-ketinggian hidup yang mengagumkan. Hebatnya lagi, kalau harta luar harus kita beli
dengan harta mahal, harta dan takhta,
di dalam diri semuanya tersedia gratis.
Ia hanya mempersyaratkan satu hal :
ketekunan secara rutin untuk berefleksi ...”


Demikian ucap Gede Prama. []

Wednesday 18 July 2007

Banjarnegara Gilar-Gilar

Yes, here i am! Setelah Bogor, Jogjakarta, maka ternyata Banjarnegara menjadi pelabuhanku
berikutnya. Ada banyak cerita yang bisa kuceritakan dengan manis.
Ada pula beberapa kisah yang dapat kukisahkan dengan tidak begitu manis.
Tapi, itu nanti. Sekarang, cukuplah kukatakan bahwa aku sangat menggebu untuk
menelusuri episodeku kali ini!